14 Februari 2009

Potret Kebodohan Anak Indonesia

POTRET KEBODOHAN ANAK INDONESIA
Alhamdulillah, begitu banyak nikmat Allah mengalir dalam raga ini. Pun ketika ayah diberi riski cukup untuk menyekolahkan kami, anak-anaknya. Bersyukurlah bagi siapa pun yang mengecap manisnya duduk di bangku sekolah dan mencetak prestasi. Karena kenyataannya, begitu banyak saudara kita yang tak mampu secara finansial mengambil haknya untuk sekolah. Begitu juga Lintang.. Ikal.. Mahar.. Harun.. Dan pasukan laskar pelangi lainnya..
Mungkin tidak asing, atau sudah bosan sobat baca tulisan tentang laskar pelangi, begitu banyak teman yang mendokumentasikan hasil nobar laskar pelangi pada blog masing-masing. Pun saya saat ini. Sekedar ingin berbagi..
Saya seorang guru. Entah pantas atau tidak disebut sebagai seorang guru. Melihat perjuangan ibu Muslimah yang begitu luar biasa, membuat saya malu. Asstaghfirullah.. Itu lah guru yang sesungguhnya. Huff.. Masih terasa haru di hati ini saat mengingat fragmen kemarin. subhnAllah..
Dunia pendidikan adalah pilihan dan cita-cita saya sejak dulu. Walaupun kuliah mengambil jurusan komputer-awalnya-, tapi ilmu itu tetap saya turunkan melalui “mengajar”, bukan menjadi pegawai. Sampai akhirnya betul-betul membelokkan arah menuju fakultas pendidikan. Selama di sana, saya begitu terkesima dengan berbagai ilmu yang diajarkan.
Ketika turun ke lapangan, saya terhenyak..Ini lah potret pendidikan Indonesia. Saya PPLK II di sebuah Madrasah Tsanawiyah di tengah jantung kota Palembang. Sekolah sederhana, guru-guru sederhana nan luar biasa. Nampaknya, skenario Allah begitu berperan. Saya ingat, dulu saya pernah menuliskan beberapa poin list keinginan untuk lima tahun ke depan, kalo ga salah saya nulis itu tahun 2003. dan dikabulkan oleh Allah salah satunya pada tahun 2007.
“Saya ingin menjadi guru bagi anak-anak yatim piatu”
Itu salah satunya. Dan Allhamdulillaaah.. Nikmat Allah begitu membuat saya tergugu dan menjadi insan paling bersyukur saat itu. Saya ditempatkan mengajar di madrasah tsanawiyah yang 75% siswanya adalah anak-anak panti asuhan dan yatim piatu. Mereka sekolah gratis, di bawah yayasan Islam. Pun ada yang bayar, mereka adalah siswa di luar panti asuhan. Ada sekitar 6 panti asuhan yang menyekolahkan anak nya di madrasah itu. Satu kelas hanya terdiri dari 15 siswa saja. Malah ada yang 10 siswa. Bahagia berada di tengah anak-anak yang sangat dicintai Rosulullah itu. Bahagia bisa mengusap kepala mereka setiap hari. Bahagia bisa menggenggam tangan mungil mereka ketika terisak sambil berkata,
“aku belum ketemu samo mamak aku sampe saat ini, bu”
Huff.. Anak-anak ku tersayang, mereka juga berhak mendapatkan kehidupan yang sama dengan anak-anak yang lain..
Ingin rasanya memeluk mereka semua, menenangkan, memberi keyakinan,
“jangan putus asa, beranilah bermimpi.. Beranilah membangun cita-cita.. “
Seperti yang dikatakan ibu Muslimah pada Laskar Pelangi..
Lintang..Menjadi icon anak bangsa yang cerdas tapi terpasung dengan kehidupan yang menyulitkan. Menjadi anak tua dengan tiga adik perempuan yang menjadi tanggung jawab besarnya. Orang tua yang sudah tidak ada, membuat ia harus berhenti sekolah. Padahal, jika saja dia tetap sekolah, akan menjadi pengharum bangsa, bahwa ada satu anak cerdas dari sekolah yang hampir dibubarkan dan roboh. Bisa jadi, Lintang menjadi Presiden Indonesia satu-satunya dari tanah Balitong.
Dan..Jika saja pemerintah “peka” dengan kebutuhan anak-anak bangsa yang menjerit ingin sekolah, maka anak-anak itu tidak perlu menjadi kuli angkut barang di pasar, pemecah batu, penjual koran, atau apapun lah, sebagai ganti aktivitas sekolah. Dan, kebodohan di negeri ini akan segera terhapuskan.
Indonesia menjadi bangsa “tak beretika” karena di mulai dari kebodohan. Korupsi meng-akar, karena yang korupsi adalah manusia-manusia paling bodoh sedunia yang tersesat menjadi pegawai pemerintahan. Kriminal merajalela karena sang penjahat bodoh tak mampu mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan, dan kondisi memaksa ia untuk menjadi bodoh tak mengetahui bahwa yang ia kerjakan merugikan orang lain dan dilarang oleh agama.
Negeri ini terpuruk karena kita bodoh tak mau belajar dari sejarah. Tak mampu menghargai hasil karya dan bodohnya kita tak mau merubah kondisi ini menjadi lebih baik, dan lagi-lagi sangat tololnya kita malah membeli “otak” luar negeri untuk membangun negeri ini daripada mengkaryakan “otak” anak bangsa yang jauuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih luar biasa dari orang luar negeri yang picik itu.
Huff…
Potret pendidikan indonesia..
“saya mendapat PMDK Kedokteran Unsri, mbak. Tapi saya tetap ga mampu untuk membiayai kuliah selama 6 tahun itu. Saya lebih milih kerja, daripada kuliah. Karena kondisi orang tua sangat membutuhkan saya membantu menopang kebutuhan adik-adik”
Lihaaat??!!! Lihaaat??!!! Ini fakta!!
Seorang adik rohis berkata dengan kelu nya kepada saya saat itu. Sakiitt.. Demi Allah!! Sakit!! Begitu miskin kah negeri ini sampai tak ada yang mampu membantu ia untuk terus sekolah?? Begitu sulitkah birokrasi di negeri ini untuk memudahkan ia mendapatkan beasiswa?? AllahuAkbaar!!
Begitu banyak Lintang-Lintang yang lain “berserakan” di negeri tercinta ini. Mau diapakan?? Lembaga pendidikan malah menampung mahasiswa-mahasiswa tak berbobot, YANG MENYOGOK RATUSAN JUTA DEMI PRESTISE KULIAH DI UNIVERSITAS NEGERI!!!! Pun Lembaga Swasta yang berlomba “menjual belikan” bangku kuliah dengan nominal grade yang didapat sang calon mahasiswa. Komersialisasi Pendidikan.. Inilah yang terjadi.. Pembodohan yang bertubi-tubi!!!
Saat ikhtiar dimulai dengan sesuatu yang tak diridhoi Allah, maka hasilnya?? Akan seperti fatamorgana.. Sia-sia tak bermanfaat..
Di Papua, seorang penjaga sekolah “terpaksa” menjadi satu-satunya guru mencakup kepala sekolah. Karena guru yang sesungguhnya, tak mampu mengajar di pelosok, pun kepala sekolah yang terhormat. Padahal, perjuangan para murid untuk mencapai sekolah itu jauh lebih luar biasa dari pada guru dan kepala sekolah yang mendapat fasilitas rumah dari pemda. Sama seperti Lintang, harus sabar menunggu buaya berlalu, baru kemudian meneruskan laju sepeda yang mengantarkan ia ke gerbang sekolah. Tapi Lintang jauh lebih beruntung, sang guru begitu sabar menunggu kedatangan ia di dalam kelas. Tidak begitu dengan anak-anak Papua itu. Guru dan kepala sekolah justru meninggalkan mereka dengan cita-cita yang belum begitu kokoh terpancang.
MENJADI GURU YANG SESUNGGUHNYA ADALAH SANGAT SULIT
Butuh keikhlasan, tanpa pamrih mengalirkan ilmu kepada hati-hati si kecil yang baru belajar membangun mimpi dan menciptakan sebuah cita-cita masa depan. Seperti Rosulullah.. Guru yang sesungguhnya..
Apapun kondisinya.. Guru tetaplah guru.. Sosok yang digugu.. Yang dicontoh.. Uswatun hasanah..
Bukan guru yang mengharap imbalan kado saat bagi rapot tiba, atau guru yang masuk kelas memberi tugas LKS lalu berlalu dan duduk manis di kantor sambil ngegosip yang ga perlu dengan para guru yang lain, yang ternyata sama BODOHnya!!!! (lha.. Gimana ga bodoh, kerjanya ngegosip doang, kalo pinter ya ngajar tugasnya, berhubung bodoh, jadi ga ada ilmu yang mo dia ajarkan.. Masih pinteran penjaga sekolah di Papua itu, buktinya ajah bliau ikhlas mengajarkan ilmu yang bliau punya kepada anak didik yang dinggal oleh guru dan kepala sekolah yang BODOH!!! Ga pantes disebut guru, ugh!! Mencoreng nama baik GURU sedunia!!)Potret pendidikan Indonesia..
Begitu banyak harapan yang diterbangkan di awang-awang.. Semoga sampai ke langit ke tujuh. Se-iring ikhtiar yang membanjir peluh. Semoga mampu merayu hati-Nya untuk mengalirkan berjuta kebaikan pada negeri ini.. Amin.. Allahumma Amiin..
Dedicated for :- Pendidik yang terdidik dan mendidik di muka bumi.. Teruslah menjadi lentera, menerangi kami dengan ilmu dan menyejukkan hati kami dengan pekerti..- Panda Besarku.. Terima kasih sudah mengajariku menjadi guru yang ikhlas..- Amel.. Ade ku sayang, jadilah guru yang sesungguhnya, semoga peluh yang mengalir, berganti dengan nikmat dan kesabaran.. Tetap semangat!!!


POTRET BURAM GENERASI MUDA SAAT INI

Sesungguhnya dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kezaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Adalah kenyataan yang tak terbantahkan oleh siapapun saat ini bahwa generasi muda yang menjadi tumpuan harapan bangsa sangat jauh dari sosok generasi dambaan.
Panduan Islam dalam mengatasi kemerosotan generasi (skala konsepsi hukum dan langkah riil penerapan)
Seseorang yang memahami Islam secara jemih dan mendalam akan menemukan jawaban, bahwa hanya dengan aqidah Islam semua persoalan baik persoalan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan dunia seluruhnya akan dapat diselesaikan dengan baik. Dengan memahami bahwa tujuan hidup manusia adalah semata‑mata untuk beribadah kepada Allah SWT, Sang Pencipta manusia dan alam semesta, maka sudah selayaknyalah manusia harus mengatur segala aktivitas dan menyelesaikan semua problem hidupnya dengan tuntunan Syariah Allah yang sempurna yaitu Islam. Karena Islam telah menyediakan solusi yang akan menghantarkan pada kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak.
Generasi yang mendapatkan pembinaan untuk mengokohkan aqidah Islam dalam dirinya, akan mampu mengarungi medan kehidupan dengan penuh keberanian. Tidak ada hal yang patut ditakuti kecuali murka Allah. Hidupnya hanya diabdikan kepada Allah, pantang putus asa dan menyerah pada problem atau konflik yang melanda kehidupannya.
Ibnu Sina merupakan contoh karakter generasi berdaya dan cerdas yang merupakan produk pendidikan masa kejayaan khilafah Islam. Di usia sepuluh tahun, Ibnu Sina telah menghapal AI‑Qur’an dengan sempurna, dan di usia 17 tahun dia telah menjadi seorang dokter yang mapan. Dedikasinya terhadap Islam tidak pernah padam. “Jika ada persoalan yang terlalu sulit bagiku, aku pergi ke masjid dan berdoa,memohon kepada Yang Maha Pencipta agar pintu yang telah tertutup bagiku dibukakan dan apa yang tampaknya sulit menjadi sederhana. Biasanya, saat malam tiba, aku kembali ke rumah, menghidupkan lampu dan menenggelamkan diri dalam bacaan dan tulisan...." (lbnu Sina dalam Hoodbhoy, 1996: 193).
Ibnu Sina bukan satu‑satunya ilmuan besar yang lahir pada masa kejayaan Islam. Menurut catatan para ahli sejarah, selama periode Abasiyyah terdapat lebih dari 500 orang ilmuan besar, termasuk Ibnu Sina yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan ilmu di dunia Barat modern, dimana karya‑karyanya menjadi rujukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan Islam memang melahirkan generasi yang berdaya, generasi para ilmuan yang memiliki kearifan tersendiri, generasi yang memadukan antara kemampuan sains disatu pihak dengan tsaqofah Islam dipihak lain, generasi yang ber‑syaksiyyah Islamiah nampak dalam keseharian Ibnu Sina, dan generasi pemimpin yang berlandaskan aqidah Islam. Sistem pendidikan Islam benar‑benar telah melahirkan umat yang terbaik (khoeru ummah), sebagaimana firman Allah:


"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah….(QS.Ali Imran [3]:110).

Umat Islam adalah umat yang terbaik, umat yang menjadi panutan di tengah‑tengah manusia yang lain. Akan tetapi sangat disayangkan, faktanya saat ini umat Islam yang mayoritas ini tidak seperti gambaran masa sejarah kebesaran Islam, sehingga sulit menunjukkan bahwa umat Islam merupakan umat terbaik. Dengan demikian pendidikan generasi menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat dan juga pemerintah (Negara). Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar‑dasar ke‑Islaman ditanamkan. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak dapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat‑kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Rasullullah SAW bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud).
Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk mengatasi kemerosotan generasi sehingga melahirkan generasi yang berdaya, yang akan melahirkan pemimpin dipersiapkan oleh keluarga. Namun pendidikan dan pembinaan keluarga belum cukup melahirkan generasi yang siap pakai, karena pembinaan dilakukan lebih pada pembentukan landasan berfikir dan pembentukan mental. Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah‑masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya.
Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing‑masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan clan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal menjadi hal yang urgen.
Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalarn satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pernerintah sebagail penyelenggara urusan negara bertanggungjawab dalam proses pendidikan generasi.
Selain keluarga dan sekolah, partai mempunyai peran dalam melahirkan seorang generasi pemimpin. Partai politik melakukan hal yang sama ditambah dengan mempertajam kepekaan dan wawasan politik generasi. Mereka diajak untuk melihat fakta-fakta aktual percaturan politik dalam maupun luar negeri dan mengajarkan bagaimana bersikap terhadap fakta‑fakta tersebut, termasuk juga mengajarkan strategi‑strategi yang pernah dan harus dijalankan dalam menghadapi persoalan penanganan urusan masyarakat. Dengan demikian partai politik dan organisasi masyarakat mempunyai tanggungjawab dalam melahirkan calon pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Dan sebenamya Ormas dan Orpol ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar.
“ Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar sebagai penegak keadilan, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.” (TQS. Al-Maidah (5): 8).
Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi berdaya, generasi peduli bangsa, negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi. Hanya negaralah yang mampu membina semua calon ibu agar menjadi ibu pendidik generasi melalui kurikulum-kurikulum sekolah yang mengajarkan bagaimana menjalani peran sebagai ibu yang berdimensi politik yaitu dalam melahirkan generasi berdaya dan cerdas.
Negara akan menerapkan Aturan Islam untuk mengatur interaksi di masyarakat, sehingga hanya aturan Islam yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Negara bertanggungjawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat d1l.
Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempumakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar‑besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyamn pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.
Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi rakyat dalamn hal pendidikan melalui pengajaran ilmu yang diperlukan individu dalam setiap bidang kehidupan. Karena itu negara wajib membuka dan membangun sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, lengkap dengan segala fasilitas dan sarana yang mendukung proses pendidikan.
Dalam hal kurikulum, negara wajib menjadikan aqidah Islam sebagai landasan untuk menyusun kurikulum pendidikan agar hasilnya benar‑benar selaras dengan tujuan pendidikan Islam yaitu mencetak generasi berdaya, generasi peduli bangsa. Oleh karena itu tidak boleh sekolah mengajarkan materi pelajaran yang bertentangan dengan aqidah Islam, dan juga materi‑materi yang kurang dibutuhkan dalam kehidupan yang akan memperlambat pencapaian tujuan pendidikan.
Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal. Mereka memilki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta cara‑cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi. Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka ticlak ditujukan semata untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggung jawab negara.

Created by:Eva Berlianty_9a

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar